23 Oktober 2009

Brutal, Polisi Tangkap dan Pukuli Pengunjuk Rasa

By Line: dedy kurniawan ----


Unjuk rasa memprotes keharusan menyalakan lampu sepeda motor pada siang hari sesuai Undang-Undang Lalu Lintas yang baru berakhir brutal. Puluhan aparat kepolisian di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, menangkap dan memukuli sejumlah pengunjuk rasa.

Bentrokan tersebut berawal saat ratusan pengunjuk rasa yang sebagian besar adalah tukang ojek mendatangi kantor DPRD Kota Baubau. Dalam orasinya mereka memprotes aturan dari kepolisian yang mengharuskan pengendara sepeda motor menyalakan lampu pada siang hari.

Keinginan pengunjuk rasa bertemu anggota dewan ternyata dihalangi aparat kepolisian. Massa yang jengkel kemudian melempari polisi dengan gelas plastik minuman kemasan.

Tindakan ini ternyata memicu kemarahan polisi. Seorang pengunjuk rasa yang sedang berorasi diseret, ditangkap dan dipukuli oleh aparat kepolisian.

Dua orang pengunjuk rasa yang mencoba melindungi rekannya dari aksi anarkis polisi ikut dihajar dan diseret masuk ke dalam kantor DPRD Baubau. Bahkan seorang pengunjuk rasa dikeroyok oleh sejumlah polisi. Bukan hanya dipukul, pengunjuk rasa tersebut juga diinjak-injak oleh polisi.

Tindakan anarkis polisi ini langsung mengundang kemarahan pengunjuk rasa. Mereka kemudian melempari aparat kepolisian dengan benda-benda keras.

Melihat kemarahan pengunjuk rasa. aparat kepolisian kemudian mundur masuk ke halaman kantor DPRD Baubau.

Khawatir massa akan semakin anarkis, polisi kemudian melepaskan tiga orang pengunjuk rasa yang sebelumnya mereka tangkap. Melihat rekannya dibebaskan, pengunjuk rasa kemudian membubarkan diri. Selain wajah ketiga pengunjuk rasa tersebut babak belur, salah seorang pengunjuk rasa terluka di bagian telinganya akibat aksi pengeroyokan yang dilakukan polisi.

Terkait tindakan anarkis yang dilakukan aparat Polres Kota Baubau, pengunjuk rasa yang dibantu Lembaga Bantuan Hukum Kota Baubau akan melaporkan kasus tersebut ke divisi Propam Polda Sulawesi Tenggara.

12 Oktober 2009

Ratusan Pedagang vs Satpol PP Bentrok

By Line: dedy kurniawan ----


Ratusan pedagang dan Satuan Polisi Pamong Praja siang tadi terlibat bentrok di depan Pasar Sentral Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Bentrokan dipicu tindakan Pemerintah Kota Kendari, yang hendak menggusur para pedagang dan mengubah pasar tersebut menjadi mall dan kawasan pertokoan.

Suasana tegang sudah terlihat saat ratusan polisi pamong praja tiba di depan Pasar Sentral Kendari. Melihat kedatangan aparat, ratusan pedagang yang sejak pagi sudah berjaga-jaga langsung berdiri menghadang.

Para pedagang menyatakan akan melakukan perlawanan jika aksi penggusuran tetap dipaksakan. Sempat terjadi debat antara pedagang dan polisi pamong praja. Bentrokan akhirnya pecah saat kedua belah pihak tak ada yang mau mengalah.

Barisan polisi pamong praja yang mencoba mendekati bangunan pasar dihujani batu oleh para pedagang. Tak hanya itu, sejumlah pedagang yang sudah terlanjur emosi nekat menyerang aparat menggunakan balok kayu. Bahkan ada salah seorang pedagang yang sempat menghunus sebilah senjata tajam.

Aparat polisi pamong praja tak mau kalah. Mereka juga balas melemparkan batu ke arah massa pedagang. Salah seorang pedagang yang naas malah sempat ditangkap dan diseret oleh polisi pamong praja.

Namun mendapat perlawanan keras dari massa pedagang, aparat polisi pamong praja akhirnya mundur. Ratusan pedagang sempat berusaha mengejar.

Suasana mulai sedikit tenang saat aparat Polresta Kendari tiba di lokasi kejadian dan langsung membuat barikade yang memisahkan antara massa pedagang dan polisi pamong praja. Kapolresta Kendari, AKBP Erfan Prasetyo meminta kedua belah pihak untuk menahan diri.

Bentrokan tersebut dipicu rencana Pemerintah Kota Kendari yang berniat merehabilitasi dan mengubah bangunan pasar menjadi semacam pusat perbelanjaan atau mall.

Masalah muncul karena lahan yang disediakan untuk merelokasi para pedagang berstatus tanah sengketa dan kasusnya masih sedang disidangkan di Mahkamah Agung. Pemilik tanah yang sudah tiga kali dimenangkan pengadilan hingga tingkat kasasi, menolak lahannya dijadikan pasar.

Persoalan semakin rumit karena Pemerintah Kota Kendari dianggap menyerobot lahan milik warga tersebut untuk dijadikan tempat penampungan para pedagang yang akan digusur.

Para pedagang khawatir, jika mereka digusur dan menempati lokasi baru yang merupakan tanah sengketa tersebut, mereka akan terlibat konflik dengan warga pemilik tanah. Hal inilah yang menjadi alasan penolakan pedagang untuk digusur.

Celakanya lagi, Pemerintah Kota Kendari dianggap tak memperdulikan aspirasi pedagang dan pemilik lahan. Terbukti sudah beberapa kali para pedagang dan pemilik lahan termasuk pihak legislatif mengundang Pemerintah Kota Kendari untuk berdialog namun pihak Wali Kota Kendari tak pernah hadir.

Dalam peristiwa bentrokan itu, dua orang pedagang dan dua petugas polisi pamong praja mengalami luka akibat terkena lemparan batu. Selain itu, seorang kameramen salah satu tv swasta nasional juga mengalami luka parah terkena lemparan batu di kepalanya.

09 Oktober 2009

Dua Warga Bangladesh Dideportase

By Line: dedy kurniawan ---


Pasca penggerebekan dua gembong teroris oleh polisi di Tangerang kemarin, aparat kepolisian di daerah makin memperketat pengawasan terhadap orang-orang asing di Indonesia. Siang tadi, dua dari tujuh warga Bangladesh di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara diminta oleh aparat kepolisian setempat segera meninggalkan daerah itu karena ketahuan tak memiliki dokumen keimigrasian yang lengkap.

Secara bergiliran, ketujuh warga Bangladesh yang seluruhnya sudah empat hari menginap di Masjid Agung Kolaka itu menjalani pemeriksaan.

Saat polisi memeriksa Md.Helal Mahmud Chondury dan Mohammad Rafiqu Uddin, ketahuan bahwa kedua warga Bangladesh itu tak memiliki dokumen keimigrasian yang lengkap. Hasil identifikasi menyebutkan, visa kunjungan kedua warga negara Bangladesh itu sudah tak berlaku lagi.

Usai pemeriksaan yang berlangsung tertutup, kedua warga Bangladesh itu kemudian difoto dan diambil sidik jarinya.

Saat dikonfirmasi sesaat sebelum meninggalkan Mapolres Kolaka, kedua warga Bangladesh itu hanya mengatakan bahwa keberadaan mereka di Kabupaten Kolaka hanya untuk kegiatan berdakwah.