26 November 2010

Rosa Luxemburg: Sang Pedang Revolusi

Banyak sudah tulisan yang memahat nama agung perempuan ini, seorang pemimpin partai revolusioner Jerman [SPD], jurnalis dan penulis tersohor, sekaligus pemikir Marxis terkemuka. Rosa Luxemburg, tak hanya di Jerman, namanya abadi pula dalam perjuangan revolusioner di Polandia dan Rusia. Sebarisan karya-karya besarnya menjadi bagian dari penggerak perubahan sejarah. Seumur hidupnya, dengan sepenuh-penuh jiwanya, ia teguh berjuang demi tegaknya sosialisme.

Berakhir tragis. Setahun setelah revolusi Bolsyevik yang dengan gemilang meledak di Rusia, rezim Hitler menamatkan riwayatnya. Tengah malam pada Januari 1919, setelah menjalani perburuan panjang, beserta Wilhelm Pieck dan Karl Liebknecht, “kawan-kawannya” ia ditangkap tentara Jerman. Dalam perjalanan ke penjara mereka disiksa habis-habisan. Batok kepala Luxemburg dihantam dengan popor senjata, remuk. Belum selesai di situ, kepala perempuan yang sarat pikiran-pikiran radikal ini dihujani berpuluh-puluh peluru.

Mayatnya lantas dilempar ke sungai. Leo Jogiches, kawan karib sekaligus kekasihnya, terus mencari-cari hingga akhirnya ia sendiri tertangkap dan dibunuh tentara Jerman, sebelum berhasil menemukan mayat Luxemburg. Baru pada bulan Mei, mayat Luxemburg ditemukan mengapung, tersangkut di tiang pancang jembatan, di sebuah sungai di pinggiran kota Berlin.

Remuk, dan sudah membusuk. Toh, orang masih mengenali Rosa Luxemburg, masih mengenali sebelah kakinya yang cacat. Surat-surat indah, artikel, polemik yang ditulis pada kawan-kawannya, pada Leo Jochiches yang sering dipanggilnya “Julek”, adalah jejak-jejak berharga yang tertinggal sampai abad ini. Dia dikebumikan pada Juni di Friedrichsfeld berdampingan dengan kekasihnya. Juga bersama dengan jasad para revolusioner lainnya.

Keturunan Yahudi Yang Tersisih

Lahir pada bulan Maret 1871 di Zanosc, sebuah kota kecil di tenggara negara Polandia. Kelahirannya tepat beberapa hari sebelum kaum buruh di Paris mendeklarasikan Komune Paris, bentuk pertama pemerintahan sejati rakyat. Dia bungsu dari lima bersaudara dari keluarga kelas menengah keturunan Yahudi, yang mengenal makna tersingkir dan tertindas sejak belia.

Pada usia dua tahun keluarga mereka pindah ke ibukota, Warsawa. Di situ pula awal mulanya Luxemburg mengidap penyakit serius. Tulang-tulang tubuhnya tak tumbuh sempurna. Kakinya cacat. Dari tempat tidurnya ia belajar membaca. Sampai akhirnya Luxemburg kecil terlihat menonjol kecerdasannya. Seiring itu pula, jiwa pembebasnya yang terbentuk semenjak belia makin kokoh terbangun. Hasilnya, saat ia tamat sekolah dasar menjadi lulusan terbaik, namun dewan guru menolak memberikan penghargaan tersebut karena dinilai “terlalu suka menentang pihak yang berwenang".

Menatap Luxemburg secara fisik, alangkah jauh dari gambaran keperkasaan pahlawan besar. Tubuhnya teramat kurus dan cenderung tidak proporsional, ukuran lengannya terlalu pendek.Tulang panggulnya tak rata, sehingga ia harus berjalan dengan kaki timpang. Toh, ia memiliki pesona tersendiri; binar matanya amat tajam, terpancar energi dan keyakinan luar biasa. Itulah yang mampu menundukkan orang.

Tumbuh dengan jiwa pembebas, dengan semangat benci terhadap kezaliman, jelas bukan datang dari langit. Keluarganya lah yang mati-matian berjuang sebagai warga Yahudi yang tersisih, yang ikut membentuk keyakinannya. Ayahnya seorang terpelajar, memiliki pabrik kayu, yang memperkenalkannya dengan literatur politik. Ia mulai belajar tentang demokrasi modern. Sedang, sang ibu mewarisinya dengan kebijakan manusia. Seperti yang ditulisnya pada kawannya, Sophie Leibknect, Luxemburg mengatakan, ibundanya yang menganjurkan dirinya untuk membaca Injil sebagai sumber kebijakan manusia.

Luxemburg tertarik dengan politik sejak di sekolah menengah, ia bergabung dalam pergerakan revolusioner bawah tanah, dan menjadi anggota salah satu sel Partai Proletariat, yang bersekutu dengan kelompok Narodnik (populis) di Rusia. Dua tahun sesudahnya ia mulai dicari-cari petugas, terancam ditangkap. Untuk menghindar dari pemerintahan otoriter Alexander III, ia lari ke Swiss, pada tahun 1889.

Disana ia belajar di Universitas Zurich, di bidang ilmu alam, ekonomi dan hukum. Ia ikut pula dalam perjuangan kelas pekerja, aktif dalam kehidupan politik para imigran dari Polandia dan Rusia. Kota Zurich itu sendiri merupakan kiblat bagi kaum kiri untuk belajar, seperti dua orang Marxis termasyur dari Rusia, Plekhanov dan Akselrod. Rosa sempat belajar Marxisme, ikut perdebatan-perdebatan dan menjadi seorang teoretisi Marxis terkemuka. Di sana ia mematangkan Marxismenya. Ia meyakini dirinya sebagai bagian dari kelas proletar. Dia yakin, hanya sosialisme lah yang dapat memberikan kemerdekaan sejati dan keadilan sosial. Marxisme bukanlah hanya sebuah sistem teoritis untuk mengatasi semua persoalan, lebih daripada itu, dia merupakan metode menguji proses perubahan ekonomi pada masing-masing tahapan dari perkembangan sejarah beserta semua hasil dari kepentingan, gagasan, tujuan dan aktivitas politik masing-masing kelompok dalam masyarakat.

Luxemburg berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu politik dengan menulis karya ilmiah tentang perkembangan kapitalisme di Polandia. Sebuah gelar yang dianggap sebagai di luar kelaziman, lantaran pada waktu itu belum pernah ada perempuan yang sampai tingkat doktor.

1892, adalah titik awalnya secara total berserah diri dalam politik. Luxemburg mendirikan Partai Sosialis Polandia, namun beberapa waktu kemudian dia berselisih dengan para pimpinan Partai tersebut, yang dianggapnya terlalu berkompromi dengan nasionalisme borjuis.

Selanjutnya pada tahun 1893, bersama-sama dengan Leo Jochiches ia mendirikan Partai Sosial Demokrat, yang bersifat lebih revolusioner. Masih sebagai organisasi bawah tanah, Luxemburg pergi ke Paris dan bekerja sebagai editor koran partai Sprawa Robotnicza. Selain sebagai penulis, ia lebih menyukai posisinya sebagai orator, sedangkan Leo lebih berkonsentrasi pada kerja-kerja organisasi. Dia menjadi seorang tokoh penting dalam Partai Sosial-Demokrat Jerman tanpa meninggalkan peranannya sebagai seorang pemimpin gerakan revolusioner Polandia.

Luxemburg mendapat kewarganegaraan Jerman tahun 1898 setelah menikah dengan Gustav Lubeck, seorang pimpinan sayap kiri SPD. Ia berpartisipasi pada Internasional Kedua dan pada revolusi 1905 di Rusia bergabung dengan partai Sosial Demokrat.

Seorang Petarung Sejati

Rosa Luxemburg adalah sang petarung sejati. Seorang visioner yang mempunyai pikiran jauh ke depan. Tak pernah gentar berhadapan dengan para pengkritiknya, berdebat dengan sesama orang revolusioner, dan tidak jarang berbeda pendapat dengan Lenin, karena keadaan di Rusia amat berlainan dengan kondisi di Jerman waktu itu, sehingga kaum Bolsyevik mengembangkan stategi dan taktik yang berbeda pula.

Ia selalu melawan unsur-unsur nasionalis dalam gerakan kiri Polandia. Waktu itu sebagian dari wilayah Polanda dikuasai oleh Rusia. Pada dasarnya Lenin setuju bahwa semua nasionalisme harus dilawan. Namun Lenin melihat masalah itu dari sudut pandangan seorang warga Rusia, yaitu seorang warga dari bangsa penindas, dan dia berusaha menyadarkan kaum buruh Rusia yang mesti menjamin hak rakyat Polandia untuk merdeka. Hanya dengan menjamin hak ini kaum buruh Rusia bisa ikut membantu dalam mengatasi nasionalisme di Polandia, karena nasionalisme muncul sebagai akibat dari penindasan yang dilakukan oleh administrasi Rusia.

Luxemburg menganggap sikap Lenin ini sebagai kompromi dengan nasionalisme. Perdebatannya kompleks, karena sebetulnya Luxemburg juga ingin menjamin hak tersebut untuk sejumlah bangsa tertindas lainnya. Pada dasarnya pendekatan Lenin harus dinilai lebih benar karena lebih dialektis. Dia menyimak perjuangan nasional dan perjuangan kelas dari dua sisi: "Kami orang Rusia harus menekankan hak rakyat Polandia untuk merdeka, sedangkan kawan-kawan Polandia harus menekankan hak mereka untuk bersatu dengan kami."

Luxemburg juga mengecam sepak terjang kaum Bolsyevik setelah mereka mengambil alih kekuasaan. Kritik ini, dalam sebuah naskah yang ditemukan setelah dia meninggal dunia, terkadang disalah artikan. Rosa dengan antusias mendukung revolusi Oktober yang dipimpin oleh Partai Bolsyevik: "Pemberontakan Oktober tidak hanya menyelamatkan Revolusi Rusia dalam kenyataan, tetapi juga menyelamatkan nama baik gerakan sosialis internasional ... masa depan kita di mana-mana diperjuangkan oleh kaum Bolsyevik."

Kritiknya yang ketiga menyangkut soal demokrasi. Sebelum Oktober, kaum Bolsyevik menuntut agar majelis konstituante (yang mewakili rakyat dengan cara parlementaris borjuis) mesti dipanggil. Setelah insureksi Oktober, ketika soviet-soviet (dewan-dewan utusan buruh, tentara dan petani) mengambil alih kekuasaan, pihak Bolsyevik tidak lagi mendukung majelis konstituante yang didominasi oleh pihak reformis dan borjuis itu.

Ketika majelis itu akhirnya berkumpul, malah dibubarkan oleh kaum Bolsyevik. Menurut Luxemburg tindakan ini tidak demokratik Tapi yang harus dimengerti di sini adalah perbedaan antara demokrasi borjuis dan demokrasi buruh (sosialis). Dalam prinsip, soviet-soviet adalah lebih unggul karena berdasarkan kaum buruh yang memilih wakil-wakil mereka di tempat kerja.Dalam kenyataan, soviet-soviet merupakan kekuasaan kelas buruh, sedangkan majelis konstituante dikuasai oleh pihak kontrarevolusi. Jika kaum Bolsyevik mau mempertahankan kekuasaan kelas buruh, mau tidak mau majelis konstituante harus dibubarkan.

Cukup jelas, bahwa salah satu kesalahan terbesar Rosa adalah ketidakbersediaannya untuk membangun sebuah partai tipe Bolsyevik beberapa tahun terlebih dahulu. Namun kita tidak boleh membandingkan Lenin dan Luxemburg begitu saja. Lenin mengembangkan sebuah partai tipe baru karena harus menghadapi kondisi baru di Rusia. Sebelum tahun 1914 dia tidak pernah menuntut agar Rosa keluar dari Partai Sosial Demokrat Jerman. Malah Lenin lebih percaya pada para pimpinan partai itu. Baru ketika perang dunia meledak, dan para pimpinan sosial demokrat mengkianati kelas buruh dengan mendukung perang tersebut, Lenin akhirnya mengakui: "Rosa Luxemburg terbukti benar: sudah jauh-jauh hari dia sadar bahwa Kautsky adalah seorang teoretisi oportunis."

Pada tahun 1905, revolusi Rusia yang pertama meledak. Di sini, pemogokan massa menjadi motor revolusi, dan fenomena itu memberikan pengertian baru yang mendalam untuk memahami hubungan erat antara perjuangan ekonomi dan perjuangan politik. Para pimpinan sosial-demokrat seperti Bernstein dan juga Karl Kautsky (yang waktu itu masih mengaku sebagai seorang revolusioner) tidak setuju dengan pemogokan massa, karena mereka menganggap aksi-aksi semacam itu kurang politis. Namun Luxemburg menekankan bahwa di masa revolusi, perjuangan ekonomi berkembang serta meluas menjadi perjuangan politik, dan sebaliknya: “Gerakan semacam ini tidak hanya bergerak ke satu arah, dari sebuah perjuangan ekonomi ke politik, tetapi juga dalam arah sebaliknya. Setiap aksi massa politik yang penting, setelah mencapai puncak, menimbulkan sejumlah pemogokan ekonomi massa. Dan prinsip ini bukan hanya relevan untuk pemogokan massa secara terpisah, tetapi juga untuk revolusi secara keseluruhan. Dengan perluasannya, klarifikasi dan intensifikasi perjuangan politik, perjuangan ekonomi bukan hanya tidak surut, bahkan sebaliknya berkembang luas sekaligus menjadi lebih terorganisir dan lebih intensif. Ada pengaruh timbal-balik antara kedua macam perjuangan itu.”

Setiap serangan dan kemenangan baru dalam perjuangan politik akan berdampak secara dahsyat kepada perjuangan ekonomi, karena dengan meluasnya cakrawala kaum buruh serta motivasi mereka untuk memperbaiki kondisi mereka, pengalaman tersebut juga mempertinggi semangat tempur mereka. Setiap selesai gelombang aksi politik, ada endapan subur, dari situ akan muncul ribuan perjuangan ekonomi, dan sebaliknya.

Puncak pemogokan massa adalah "pemberontakan terbuka, yang hanya akan terealisir sebagai titik kulminasi dari serangkaian pemberontakan lokal yang mempersiapkan medan (yang hasilnya selama beberapa waktu mungkin adalah kekalahan sementara, sehingga aksi tersebut mungkin tampaknya ‘gegabah’)." Betapa hebatnya peningkatan kesadaran kelas yang dapat dihasilkan oleh pemogokan-pemogokan massa ini: “Yang paling berharga (karena paling abadi) dalam naik turunnya arus gelombang revolusi, adalah perkembangan jiwa kaum proletar. Keuntungan yang didapat oleh lompatan intelektual yang tinggi kaum proletar akan menjamin kemajuan mereka secara terus menerus dalam perjuangan politik dan ekonomi yang akan datang.”

Serangan yang gagal dari sayap kiri dari Partai Sosial Demokrat, "Liga Spartakus", di bawah kepemimpinan Rosa Luxemburg dan Karl Liebknecht, telah menyeretnya ke penjara --Spartakus adalah seorang budak yang memberontak pada zaman Romawi kuno; Liebknecht adalah satu-satunya anggota parlemen Jerman yang melawan Perang Dunia I semenjak awal--, di tahun 1916 sampai 1918.

Dari balik tembok penjara lah ia justru menemukan kekuatannya. Disini ia berjuang keras melewati masa-masa depresi, ia tak mengeluh mengatakan berjuta penderitaannya. Selain menulis tentang Revolusi Rusia, satu-satunya hal yang membahagiakan adalah bisa menulis surat untuk Leo-nya, yang berselisih 15 tahun, yang kemudian dijatuhi hukuman mati lantaran mengedarkan seruan mogok bagi para para tentara dan buruh pabrik senjata. Sebelum kematiannya, dia telah memutuskan dengan Clara Zetkin dan Mathild Jacob untuk mempublikasikan tulisan-tulisan karya Luxemburg. Hanya pada Leo lah ia nyatakan kepedihan hatinya: “Jika saat ini, nyawaku mendahului pergi, aku tak sanggup lagi berkata-kata sebagai ungkapan perpisahan, dan hanya bisa menerawang dengan tatap kosong keputusasaan. Sejatinya, aku jarang sekali berkehendak untuk bicara. Minggu-minggu berlalu tanpa mendengar suaraku sendiri”.

Surat-suratnya terus mengalir dari penjara. Luxemburg, seseorang yang mempunyai kecintaan yang dalam pada kehidupan, dia juga meluangkan waktu dengan merenungkan “burung-burung, hewan serta puisi.”

Tentang Perjuangan Perempuan

Kendati secara khusus jarang menulis tentang gerakan perempuan, terhadap gerakan perempuan sikapnya jelas. Baginya, kebebasan perempuan adalah bagian dari pembebasan dari penindasan kapitalisme. Ia menentang pemisahan terhadap gerakan perempuan dan gerakan politik. Sebagai ketua partai ia lebih menempatkan dirinya sebagai pimpinan revolusioner dari laki-laki dan perempuan. Ia berdiri mutlak diantara pertarungan politik.

Menurutnya, perempuan dapat mencapai kemerdekaannya secara penuh hanya dengan memenangkan revolusi sosial dan menyingkirkan perbudakan ekonomi mereka pada institusi keluarga, dan dia mencurahkan seluruh energinya untuk dipersembahkan pada revolusi. Luxemburg menolak pandangan tentang peran-peran stereotip perempuan yang biasanya, yang lazimnya ada di organisasi.

Ia tak pernah tertarik pada fungsi-fungsi administratif, keuangan, dan kerja-kerja pengorganisiran.Ia lebih suka berpidato dan menulis.Ia memahami pentingnya mengorganisir perempuan untuk menjadi bagian dari perjuangan revolusioner, dia tetap menolak untuk dipaksa dalam beberapa peranan tradisional perempuan ke dalam partai. Luxemburg memandang perempuan sebagai bagian yang terekspoitasi, termasuk di dalamnya kelas pekerja, bangsa-bangsa minoritas dan petani. “Seorang perempuan, harus berani untuk terlibat dalam politik, sebuah wilayah yang hampir seluruhnya dikuasai oleh laki-laki”, demikian ungkapnya.

Dalam sebuah surat yang ditulis yang ditulisnya di penjara, dia meminta Sophie Liebknecht untuk meneruskan bacaannya. “Engkau harus terus-menerus mengasah batinmu, dan hal tersebut akan sedikit mudah untukmu jika fikiranmu senantiasa segar dan lentur”.

Dalam sebuah pidato pada Rally Perempuan Sosial Demokratik Kedua, 12 Mei 1912, Luxemburg menyatakan bahwa:
Hak memilih kaum perempuan adalah sasaran yang tepat. Dia berpendapat bahwa “gerakan massa untuk memperolehnya bukanlah (sekedar) tugas bagi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat proletariat. Lemahya hak-hak yang diberikan oleh pemerintah Jerman adalah hanya salah satu rantai belenggu yang menghalang-halangi kehidupan masyarakat. Lemahnya hak-hak pada kaum perempuan menjadi alat yang paling penting dari klas kapitalis yang berkuasa.
Outline By: akarrumput

29 Oktober 2010

Ikhtiar Menjaga Nyawa Wartawan


By Line: Dandhy Dwi Laksono | 22 Agustus 2010 jam 15:12 -----

Ardiansyah Matrais, wartawan Merauke TV, Papua, ditemukan tewas di Sungai Maro pada 29 Juli2010, setelah dilaporkan hilang oleh keluarganya. Polisi menemukan indikasi kuat almarhum tewas dibunuh. Belum lagi jelas kasus ini, Sabtu kemarin (21/8) kontributorSUN TV (group MNC) di wilayah Tual Maluku Tengara, Ridwan Salamun, tewas dianiyaya saat sedang menjalankan tugas jurnalistiknya. Salamun tewas saat merekam bentrokan antar-warga kompleks Banda Eli dan warga Dusun Mangun, Desa Fiditan, Tual. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul delapan pagi, waktu setempat.

Menurut saksi mata, almarhum diserang oleh salah satu pihak yang bertikai, saat mengambil gambar di tengah-tengah kerumunan massa.

Ini adalah kehilangan kedua bagi keluarga besar redaksi MNC, setelah Sori Ersa Siregar (RCTI) tewas tertembak TNI di Aceh pada Desember 2003, setelah enam bulan disandera Gerakan Aceh Merdeka.

Meski dua-duanya memakan korban wartawan, tapi meliput konflik horizontal atau konflik komunal sesungguhya memiliki risiko lebih tinggi daripada konflik vertikal antara negara dengan rakyat, atau konflik yang melibatkan pasukan-pasukan reguler. Pada jenis konflik yang kedua, masing-masing pihak masih menimbang dampak bagi karir, pertanggung-jawaban komando, reputasi dan publikasi, image politik, bahkan sanksi hukum. Tapi untuk konflik jenis kedua, kalkulasi tersebut nyaris nihil.


Konflik komunal di Sampit atau Sambas di Kalimantan tak mudah begitu saja diliput wartawan, meski dia mengantongi kartu liputan dari Kodam setempat. Begitu pula dengan konflik berbau agama di Ambon, Maluku. Atau konflik fisik sporadis seperti tawuran antar-kelompok warga yang menimpa almarhum Ridwan Salamun.

Kebijakan Editorial
Posisi media yang imparsial dalam setiap konflik, adalah modal utama perlindungan bagi wartawannya di lapangan. Tanpa ini, redaksi media dengan sadar atau tidak, telah menempatkan jurnalisnya dalam risiko kekerasan yang akan dilakukan oleh salah satu pihak: baik dalam konflik vertikal atau komunal. Operasi pemberantasan terorisme, misalnya, dalam beberapa kasus seperti di Poso, Sulawesi Tengah, dianggap sebagai konflik vertikal, daripada sebuah operasi penegakan hukum. Densus 88 telah menjadi "salah satu pihak yang bertikai", dan karenanya ancaman-ancaman tak formal kerap dilontarkan untuk para wartawan dari media yang kebijakan editorialnya menganggap Densus sebagai pemegang tunggal hak atas kebenaran di lapangan.

Begitu juga dengan televisi-televisi yang meliput Aceh dengan semangat "jurnalisme NKRI harga mati" semasa pemberlakuan Darurat Militer. Beberapa gerilyawan GAM di wilayah-wilayah tertentu, memendam niat untuk melakukan tindakan atas jurnalis-jurnalis media tertentu.

Jadi sebelum merumuskan ikhtiar-ikhtiar yang lain, syarat utama melindugi wartawan yang meliput konflik di lapangan adalah kebijakan editorial media tempatnya bekerja. Bila media harus bersikap imparsial, konon lagi wartawan yang bertugas di lapangan. Bila secara personal si jurnalis memiliki bias yang gagal dikendalikan dan mewujud dalam sebuah liputan yang secara sadar memihak pihak-pihak tertentu, maka saat itulah risiko mulai muncul.

Tapi bagaimanakah bila ini menyangkut liputan-liputan konflik yang spontan atau sporadis seperti tawuran atau demonstrasi yang berakhir rusuh?

Kamera Wartawan
Bekali-lah wartawan dengan kamera wartawan, bukan kamera turis atau kamera intel. Sejak teknologi semakin maju, kamera-kamera (baik foto maupun video) menjadi semakin kecil dan semakin murah. Kamera jenis ini cocok untuk liputan-liputan investigasi, tetapi sangat tidak dianjurkan untuk liputan konflik terbuka. Bagaimana pun, kamera adalah identitas yang membedakan wartawan dengan anggota kerumunan. Apalagi, sejak reformasi, makin banyak pihak-pihak di luar jurnalis yang juga berkepentingan mendokumentasikan peristiwa-peristiwa tertentu dengan kamera-kamera ukuran poket atau handycam.

Para kontributor yang bekerja untuk televisi-televisi besar di Jakarta,biasanya justru bekerja dengan kamera-kamera kecil. Kamera itupun adalah modal kerja mereka sendiri. Hanya beberapa orang dengan masa kerja tertentu saja yangmendapat bantuan kredit kamera dengan cara dicicil, dipotong honor dari setiap berita yang tayang.

Kamera-kamera besar dengan harga murah kini banyak beredar di pasaran.Tampilannya kamera profesional, isinya "mesin handycam". Kamera jenis ini sering digunakan untuk meningkatkan prestise tukang shooting video kawinan. Dengan hanya Rp 10 juta, kita sudah bisa tampil outstanding di tengah kerumunan massa dengan memanggul kamera ukuran besar.

Posisi Jurnalis
Persaingan industri televisi makin ketat. Terutama sejak ada dua TV berita, semua wartawan seolah ada dalam pacuan untuk menjadi yang tercepat dan prestisius.Kompetisi yang sama sengitnya juga terjadi di antara portal-portal berita online. Mereka bahkan bersaing hingga ke satuan waktu detik, siapa yang lebihdahulu mengunggah berita. Khusus untuk televisi yang agamanya adalah gambar, menjadi yang paling dramatis menyajikan gambar konflik adalah obsesi setiap jurnalis dan terutama tuntutan dari kantor.

Konflik fisik terbuka secara angle gambar sebenarnya paling menarik diambil dari jarak jauh di mana kamera bisa merekam kedua belah pihak yang bertikai. Jarak ini selain "enak ditonton" (terutama jika melibatkan bentrokan massal)juga aman bagi jurnalis. Tapi kadang jurnalis atau perusahaan media tak puas dengan itu. Mereka juga butuh suara (atmosfir/natural sound). Suara orang memekik, mengerang, menerjang, kesakitan, bahkan memaki. Tuntutan untuk menghadirkan suara inilah yang membuat jurnalis dengan kamera ala kadarnya harus menjangkau lokasi bentrokan dalam jarak yang sebenarnya sama sekali tidak aman bagi keselamatan dirinya. Apalagi yang terobsesi merekam ekspresi wajah orang-orang yang sedang bertikai.

Hampir tidak saya temukan media yang memiliki Standard Operation Procedure (SOP) tentang liputan konflik fisik semacam ini. Semakin nekat wartawannya, semakin dramatis gambar yang dihasilkan. Semakin dramatis gambarnya, semakin senang para produser dan kantor mereka. Inilah jaminan memeroleh rating tinggi dan memenangi persaingan dengan televisi tetangga.

Identitas Jurnalis
Di masa-masa kerap terjadi demonstrasi rusuh awal reformasi, wartawan menggunakan kartu pers ukuran besar yang digantung di lehernya. Media asing malah melengkapi para kontributornya dengan rompi yang bertuliskan PRESS di bagian punggung. Jurnalis memang sebaiknya dibekali dengan dua ukuran kartupers: satu untuk liputan reguler, dan satu untuk liputan konflik. Rompi yang mudah dikenali sebagai wartawan, sepertinya perlu disiapkan dalam tas kamera, bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Inilah SOP yang mestinya juga ditegakkan dandiawasi oleh kantor media masing-masing.

Meliput Berkelompok
Ikhtiar lain untuk mengecilkan risiko liputan konflik terbuka adalah meliput secara berkelompok. Para kontributor di daerah sesungguhnya memiliki ikatan "solidaritas" yang lebih kuat dibanding wartawan bergaji tetap. Mereka kerap berbagi informasi dan mengucilkan rekan-rekannya yang dianggap ingin selalu mencari berita "eksklusif". Untuk liputan konflik terbuka, sebaiknya jurnalis memang meliput secara berkelompok. Selain untuk meneguhkan identitas (karena wartawan yang memegang kamera secara berkelompok tetap lebih mudah dilihat dan dikenali), liputan secara berkelompok juga perlu bila ada hal-hal yang tak diinginkan seperti penyerangan atau cedera. Karena itu, dalam setiap liputan konflik terbuka, baik jurnalis maupun kantor tempat mereka bekerja, tidak perlu terobsesi untuk berlomba-lomba membuat berita eksklusif, mengalahkan pertimbangan keselamatan.

Seperti halnya revolusi, semoga industri tidak memakan anaknya sendiri.

26 Oktober 2010

Ratusan Nelayan Sandera Kapal Perusahaan Tambang Nikel


By Line: dedy kurniawan ----

Marah karena areal tambak dan kebun rumput lautnya rusak tercemar limbah tambang, ratusan masyarakat nelayan yang tinggal di pesisir pantai Desa Hakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, nekat menyandera sebuah kapal tug boat (tongkang) milik PT Wijaya Nikel Nusantara.

Dengan menggunakan perahu motor dan sampan, ratusan nelayan ini mendatangi pusat operasi penambangan nikel PT Wijaya Nikel Nusantara di Tanjung Leppe, Kabupaten Kolaka.

Sesampainya di tempat itu, ratusan nelayan ini langsung menyandera sebuah kapal tug boat (tongkang) milik perusahaan tambang yang sedang bersiap melakukan pemuatan ore (tanah yang mengandung bijih nikel).

Dalam orasinya, pengunjuk rasa menyatakan, aktifitas penambangan nikel yang dilakukan PT Wijaya Nikel Nusantara telah merugikan warga. Sebab, lumpur merah yang dihasilkan dalam aktifitas penambangan nikel tersebut mencemari areal budidaya ikan keramba, tambak dan kebun rumput laut milik masyarakat nelayan.


Dari lebih 100 hektar areal budidaya ikan keramba, tambak dan rumput laut milik warga, hampir seluruhnya rusak dan gagal panen. Akibatnya, warga merugi hingga ratusan juta rupiah.

Suasana sempat memanas saat seorang ibu berteriak-teriak histeris mengecam aktifitas penambangan nikel PT Wijaya Nikel Nusantara.

Tak mau kalah, pihak PT Wijaya Nikel Nusantara justru menantang warga membuktikan bahwa tercemarnya areal tambak dan kebun rumput laut warga disebabkan penambangan nikel oleh mereka. Usai mengatakan hal itu, perwakilan perusahaan ini nyaris dihajar seorang warga nelayan yang marah.

Ratusan nelayan ini, menuntut pihak perusahaan memberikan ganti rugi dan konpensasi kepada mereka atas kerugian yang timbul akibat penambangan nikel PT.Wijaya Nikel Nusantara yang merusak areal tambak dan kebun rumput laut warga.

Ketegangan mereda saat sejumlah aparat kepolisian datang ke lokasi dan menenangkan para nelayan. Pihak perusahaan yang diwakili Manajer Operasi, Johar, berjanji akan mengganti kerugian nelayan akibat aktivitas pertambangan mereka

25 Oktober 2010

Bayi Perokok Asal Kota Baubau


By Line: dedy kurniawan

Setelah penemuan bayi perokok asal Kota Malang (Jawa Timur) dan Musi, Banyuasin, Sumatera Selatan, kasus serupa muncul di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Seorang bayi yang baru berumur 2 tahun 5 bulan, setiap harinya mampu menghabiskan sebungkus rokok. Ironisnya, kebiasaan merokok itu sudah dimulai sejak si bayi baru berumur satu tahun.

Sepintas, tak ada yang aneh pada diri Faturrahman. Namun anda akan kaget saat melihat di tangan kiri bayi berumur 2 tahun 5 bulan yang beralamat di Kelurahan Palatiga, Kecamatan Sorawolio, Kota Baubau ini. Di antara jari-jari mungilnya, terselip sebatang rokok merek tertentu yang sesekali ia hisap layaknya orang dewasa.

Namun tak seperti bayi perokok lainnya, Faturrahman baru sampai pada tahap menikmati rasa manis yang muncul saat ia menggigit filter rokok. Hanya saja, bayi ini selalu minta agar rokok yang dipegangnya harus dalam keadaan menyala. Tak tanggung-tanggung, dalam sehari Faturrahman mampu menghabiskan sebungkus rokok.

Menurut ayah bayi tersebut, kebiasaan merokok itu dimulai sejak si bayi masih berumur satu tahun. Saat itu, Faturrahman diajak ayahnya ke toko untuk membeli sesuatu. Seperti anak-anak kecil lainnya, sesampai di toko, Faturrahman merengek minta dibelikan sesuatu.

Ayahnya kemudian membelikan sejumlah makanan kecil dan mainan. Namun tangis dan rengekan Fatur tak berhenti. Tangannya selalu menunjuk ke arah lemari etalase tempat pemilik toko warung menaruh bungkusan-bungkusan rokok.

Tangisan Fatur baru reda ketika ayahnya memberikan sebatang rokok. Kejadian seperti ini terus terulang, sehingga jika tak diberikan rokok, Fatur akan mengamuk dan menangis terus. Padahal, kata ayahnya, ia bersama keluarganya sudah berusaha mengubah kebiasaan negatif anaknya tersebut. Namun hingga kini belum berhasil.

Kedua orang tua Faturrahman mengaku bingung mencari cara menghentikan kebiasaan merokok anaknya.

Saat ini, upaya yang mereka lakukan hanya mengurangi permintaan sang anak. Bila biasanya Fatur menghabiskan sebungkus rokok dalam sehari, orangtuanya saat ini hanya memberikan tiga hingga lima batang sehari. Orang tua Fatur juga terpaksa setiap hari harus menyediakan banyak makanan kecil di rumahnya. Sebab, bila makanan kecil tak ada, Fatur akan kembali merengek meminta rokok.

Kedua orangtua Fatur berharap, ada pihak yang bisa membantu menyembuhkan kebiasaaan buruk anaknya tersebut.

11 Juli 2010

Ahh, Nikmaat Bangeett

By Line: dedy kurniawan



"Iniesta shoot...andd...Goolllllllll...", seorang lelaki paruh baya tiba-tiba melompat dari kursi plastik yang didudukinya. Hanya mengenakan kain sarung dan kaos oblong, lelaki tersebut berlari kecil mengelilingi arena tempat nonton bareng yang berada persis di depan pasar Anduonohu, Kendari.

"Gol...gol...gol..." seru lelaki tersebut sambil mengangkat kedua belah tangannya diiringi sorak sorai ratusan orang lainnya yang ikut acara nonton bareng final piala dunia tersebut.

Semenit kemudian, lelaki bernama Hambali itu kembali duduk di tempatnya semula. Wajahnya kembali terlihat tegang saat para pemain kesebelasan Belanda berulang kali menyerang lini pertahanan kesebelasan Spanyol di menit-menit akhir paruh kedua babak tambahan.

Saat Howard Webb, wasit asal Inggris yang memimpin laga final itu meniup peluit panjang, Hambali kemudian menegakkan punggungnya lalu menyandarkannya di sandaran kursi. Sambil menyulut sebatang rokok kretek kegemarannya, pemilik toko Duta Gorden yang terletak persis di depan pasar Anduonohu itu menyeringai puas.

"Saya puas sekarang, akhirnya Spanyol juara dunia," katanya.

Menurut Hambali, momen kemenangan La Furia Roja di laga final World Cup 2010 ini seolah memberinya sensasi lebih. Ayah tiga anak ini berkisah, ia sebenarnya pendukung berat Brazil dan Argentina. Hambali bahkan berharap, dua jawara asal Amerika Selatan itu bertemu di final.

Namun ia sangat kecewa saat Brazil disikat Oranje 2-1 dan Messi cs digilas Der Panzer 3-0 tanpa balas di babak perempat final. "Di dua pertandingan itu saya kalah tujuh juta pak," katanya setengah berbisik sambil tersenyum kepada istrinya yang tiba-tiba muncul sambil membawa beberapa gelas kopi dan sepiring pisang goreng.

Lantaran dua ayam jagonya tumbang di babak perempat final, Hambali lalu mengalihkan dukungannya kepada Puyol dan kawan-kawan. Bukan tanpa alasan Hambali memilih mendukung tim matador. "Saya jengkel sama Jerman dan Belanda. Saya mau melihat mereka kalah," katanya sengit.

Gayung bersambut, harapan Hambali tak sia-sia. Di babak semi final, tandukan Puyol memaksa Schwantieger cs meneteskan air mata penyesalan.

Saat final digelar, harapan Hambali makin membuncah. Ia bahkan sampai rela merogoh kocek sendiri membeli sejumlah peralatan dan menggelar acara nonton bareng di halaman toko yang juga merangkap sebagai tempat tinggalnya itu.

"Ada teman yang ajak saya taruhan. Dia pegang Belanda. Dia mau ganda setengah saya kalau mau pegang Spanyol. Saya tidak tawar, saya lawan dia," kata Hambali.

Saat babak pertama dan kedua berlangsung, Hambali mengaku tegang. Maklum saja, selain akan mendapat ejekan selama beberapa hari, ia pun harus siap-siap mendapat omelan istrinya yang hingga kini tak tahu kalau suaminya menggunakan modal jualan untuk taruhan bola.

Untung saja Andre Iniesta, gelandang serang tim Matador asal Barcelona ini menjadi dewa penyelamat Hambali. Di menit 116, tendangan kerasnya dari sudut kiri gawang tak mampu diblok Kiper Belanda, Maarten Stekelenburg. Kedudukan 1-0 buat Spanyol ini bertahan hingga pertandingan selesai.

"Tapi terus terang usai gol tadi saya tegang sekali. Ngeri, pemain Belanda berkali-kali mengancam gawang Spanyol menjelang pertandingan selesai," ujar Hambali.

Saat wasit meniup peluit panjang, ketegangan Hambali mencair. Seringai kemenangan berkali-kali ia pamerkan kepada beberapa temannya yang ia tahu merupakan pendukung kesebelasan Belanda. Menurut Hambali, sensasi lebih yang ia rasakan atas kemenangan Spanyol di final yakni selain dendamnya kepada Jerman dan Belanda yang telah mengalahkan kesebelasan idolanya yakni Argentina dan Brazil seolah terbayar lunas, kantong Hambali juga akan bertambah tebal. Duit sebanyak Rp 15 juta rupiah, besok siang akan ia terima dari temannya yang kalah taruhan.

Sambil memainkan korek zippo di tangan kirinya, Hambali mengisap rokok kreteknya dalam-dalam. Matanya menerawang. Mungkin ia membayangkan dirinya mengangkat tropy piala dunia seperti Iker Casillas....Ahhh...Nikmaattt

Bravo La Furia Roja

Webb, Wasit Final Piala Dunia yang Tak Sanggup Mengatur Anak Sendiri

Oleh Raju Febrian

Tampangnya sangar. Dengan tubuh yang tinggi besar, tegap, dan kepala plontosnya, Howard Webb memang punya penampilan garang. Tapi siapa nyana jika wasit asal Ingris yang terpilih sebagai pengadil di final Piala Dunia 2010 ini ternyata kelabakan jika mengurus anaknya sendiri?

"Saya tak tahu bagaimana dia melakukannya tugasnya di lapangan. Dia tak bisa mengatur anaknya sendiri. Saya tak tahu bagaimana dia menangani pemain di lapangan," kata istri Webb, Kay, pada GMTV. Pasangan ini memiliki tiga anak -- Holly (8 tahun), Jack (6 tahun), dan Lucy (3 tahun).

Pria berusia 39 tahun dari Rotherham, bagian utara Inggris, sudah masuk dalam daftar wasit di FIFA sejak 2005. Mantan polisi dikenal sebagai salah satu wasit terbaik di Eropa dan pernah bertugas sebagai wasit pada final Liga Champions antara Inter Milan dan Bayern Munich di Madrid.

Pada Piala Dunia, ia menjadi wasit pertandingan antara Spanyol yang dikalahkan Swiss dengan skor 1-0 dan menjadi wasit pada pertandingan antara Slovakia yang menang atas Italia dengan skor 3-2.

Kehadiran Webb setidaknya membuat Inggris akhirnya punya juga wakil di final Piala Dunia. Memang bukan tim nasional mereka karena The Three Lions sudah tersingkir di babak 16 besar oleh Jerman. Nah yang tinggal sekarang adalah "The Three Lines", tulis tabloid Inggris The Suns.

Webb akan menjadi wasit Inggris pertama yang akan memimpin partai final Piala Dunia setelah mentornya, Jack Taylor pada 1974. Pada pertandingan di Munich itu, Taylor memberikan penalti bagi Belanda di awal pertandingan meski Jerman Barat akhirnya memenangkan pertandingan dengan skor 2-1.

Ngatur anak sama pemain beda kali ya bos?

10 Juli 2010

Awas, Oli Palsu Beredar di Kota Baubau

By Line: dedy kurniawan

Aparat Polresta Baubau, Sulawesi Tenggara, menggerebek sebuah gudang yang diduga menjadi tempat penyimpanan oli palsu. Dalam penggerebekan itu, polisi berhasil menemukan puluhan kardus berisi ratusan botol oli yang telah dipalsukan. Anehnya, dalam penggerebekan itu polisi tidak menangkap atau menahan pemilik gudang.

Setibanya di gudang yang terletak di Jalan Murhum, polisi menemukan puluhan kardus berisi ratusan botol oli berbagai merek. Saat diperiksa, diantara tumpukan kardus tersebut terdapat 21 kardus berisi ratusan botol oli merek castrol yang diduga telah dipalsukan.

Dari hasil pemeriksaan di lapangan, sepintas tak ada perbedaan dengan oli merek Castrol yang asli. Namun saat diteliti, di bagian dalam tutup botol oli tak terdapat label berlogo Castrol. Selain itu, tutup botol dalam keadaan tidak tersegel.

Saat isi botol dikeluarkan terlihat bahwa oli yang diduga telah dipalsukan tersebut berwarna lebih jernih dan agak encer dibandingkan oli merek Castrol asli yang berwarna agak gelap dan lebih kental.

Saat diinterogasi, pemilik gudang, Mondry Williams, berkelit bahwa dirinya tidak mengetahui soal oli-oli palsu tersebut. Menurut dia, pihaknya hanya memesan dan menerima kiriman oli-oli tersebut dari seorang distributor di Makassar, Sulawesi Selatan. Saat hendak dikonfirmasi wartawan, Mondry Williams menolak diwawancarai.

Untuk kebutuhan penyidikan, polisi kemudian menyita puluhan kardus berisi oli yang diduga dipalsukan tersebut. Anehnya, polisi tidak melakukan tindakan apapun kepada pemilik gudang.

Sejumlah bengkel di Kota Baubau yang didatangi polisi, ketahuan menyimpan dan telah menjual oli merek Castrol yang diduga telah dipalsukan tersebut. Saat ditanyai, para pemilik bengkel rata-rata mengaku tidak tahu kalau oli yang mereka jual diduga kuat telah dipalsukan.

“Saya hanya terima barang dan menjual pak. Kami disini tidak pernah memeriksa kondisi barang,” kata Rosmini saat diinterogasi polisi.

Meski jawaban pemilik bengkel terkesan janggal, namun polisi juga tidak melakukan penahanan. Polisi hanya menyita oli yang belum sempat terjual dan menginterogasi sebentar para pemilik bengkel.

Pihak kepolisian juga menolak memberikan keterangan terkat tidak ditahannya pemilik gudang penyimpan oli yang diduga dipalsukan. Alasannya, selain belum cukup bukti, hal tersebut juga masih dalam tahap penyelidikan.

29 Juni 2010

UFO Muncul di Kendari



Warga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, digegerkan fenomena kehadiran UFO atau Unindentified Fliying Object. gambar kehadiran pesawat berbentuk piring terbang itu secara tak sengaja diambil tiga orang siswa SMP. Sejumlah warga bahkan mengaku sempat menyaksikan kehadiran pesawat itu secara sepintas.

Tiga orang siswa SMP Negeri 9 Kendari yakni Wahlidar Adiputra, Arkam Putra Riawan dan Muhammad Harun, sama sekali tak menduga, keisengannya menggunakan kamera ponsel membuat geger masyarakat dan dunia ilmu pengetahuan.

Berawal dari ketertarikan ketiga siswa tersebut saat melihat matahari yang tiba-tiba dikelilingi bulatan-bulatan kecil bercahaya . Salah seorang siswa yakni Wahlidar Adiputra kemudian menggunakan kamera ponselnya untuk mengabadikan fenomena alam tersebut.

Tak disangka, saat sedang merekam tiba-tiba muncul bayangan hitam persis di tengah-tengah matahari. Saat mencoba memperbesar gambar menggunakan fasilitas zooming, bayangan hitam tersebut berbentuk mirip seperti pesawat UFO.

Dalam gambar yang direkam oleh ketiga siswa tersebut, titik hitam yang berada di tengah-tengah matahari itu nampak mengeluarkan cahaya berwarna-warni yang terus mengelilinginya. Saat diperbesar terlihat jelas titik hitam tersebut berbentuk seperti piring terbang atau yang dikenal sebagai pesawat UFO.

Kehadiran fenomena UFO tersebut, menjadi bahan pembicaraan masyarakat di Kota Kendari dan sekitarnya. Meski demikian, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pihak berwenang terkait fenomena tersebut. IZA

Belasan Warga Keracunan Kerang Laut



Mau untung malah bunting. Pepatah itu agaknya tepat ditujukan pada belasan warga Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, yang mengalami keracunan setelah mengkonsumsi makanan sejenis kerang laut. Lantaran tergiur dengan harga murah, mereka nekat membeli sejenis kerang dari seorang pedagang di pasar Wameo Baubau. Namun hanya sejam setelah mengkonsumsi kerang tersebut, belasan warga ini malah mengalami gejala seperti keracunan. Selain muntah-muntah, mereka juga mengalami kram di bagian kaki, tangan dan wajahnya.

Belasan warga ini kini dirawat di Puskesmas Wajo, Kota Baubau. Sebagian besar para korban keracunan ini masih berusia anak-anak. Tak heran, suasana panik makin terasa di wajah orang tua pasien lantaran melihat anaknya menangis sambil terus meringis kesakitan.

Dari informasi yang diperoleh, jumlah korban keracunan sebanyak 19 orang. Delapan diantaranya adalah orang dewasa.

Pihak Puskesmas setempat menyatakan belum bisa memastikan penyebab belasan pasien tersebut mengalami gejala seperti orang keracunan, sebab hal tersebut harus diperiksa terlebih dahulu di laboratorium.

Pihak kepolisian sendiri saat ini tengah menyelidiki kasus tersebut. Saat ini, polisi sedang memeriksa sampel muntah para pasien tersebut. IZA

01 Juni 2010

Ketakutan


By Line --- Soe Tjen Marching, PhD dari Monash University, Australia dan Pendiri Majalah dan LSM non-profit Bhineka ----


"AKU lahir bersama ketakutan," tulis Thomas Hobbes. "Ketakutan adalah saudara kembarku." Saat itu 5 April 1588, armada Spanyol yang perkasa telah dikirim untuk menghantam Inggris. Ibu Hobbes yang mendengar berita ini begitu ketakutan dan hal inilah yang membuatnya melahirkan bayi Thomas secara prematur.

Mungkin bukan kebetulan, bayi inilah yang kemudian memprakarsai Leviathan, mahluk berkuasa yang mengontrol keliaran dan kebrutalan masyarakat. Karena menurut Hobbes, ketakutan akan menciptakan perdamaian dan keteraturan.

Beratus, bahkan mungkin beribu filsuf lain, telah mengritik teori ini. Ketakutan yang disebut Hobbes sebagai kembarannya bukanlah ketakutan yang sama dengan yang diwujudkan dalam Leviathan. Dan lebih-lebih lagi, masyarakat itu begitu kompleks dan bisa punya reaksi amat berbeda. Namun, bukan berarti Hobbes tidak ada benarnya. Ketakutan memang dapat menjadi pemicu tindakan dan keputusan yang amat menentukan.

Tidak pula keliru, jika ketakutan terkadang bisa melindungi - ketakutan akan virus HIV/AIDS telah menyebabkan penelitian dan penemuan-penemuan yang luar biasa tentang virus ini. Ketakutan dengan kadar tertentu dapat memicu rasa ingin tahu. Sehingga ketakutan tersebut dianalisa dan diselidiki sehingga sebisa mungkin membawa kepada pokok permasalahannya. Dan inilah yang bisa menjadi pencegahan efektif.

Tapi, tidak semua orang bisa mengatasi ketakutan mereka dengan cara ini. Ketakutan, bagi mereka ini tidak mengatasi tapi memperbesar masalah. Ketakutan yang mereka punyai tidak dianalisa, namun malah dipompa, dikembangkan, dan diperbesar.

Dalam kampanye dan pemilhan umum (pemilu), seringkali rakyat memilih pemimpin bukan karena kemampuan sang pemimpin tersebut, tapi lebih karena ketakutan apa yang akan terjadi pada nasib mereka bila ia tak terpilih. Karena itu pula, kebanyakan calon pemimpin mempermainkan ketakutan rakyat, mengingatkan dan bahkan menciptakannya untuk kemudian menawarkan obat penawarnya.

Sebagai pemicu adrenalin, ia dinikmati bersama-sama. Disantap dalam gosip: Lihatlah tetangga kita, yang tidak serupa, yang mencurigakan, yang dapat membahayakan, yang sepatutnya dihukum. Ketakutan yang berkembang dan kemudian dapat dimanipulasi dan dijadikan alasan untuk menindas pada akhirnya. Ketakutan warga Jerman akan dominasi orang Yahudi membuat Hitler dan Nazi merekayasanya menjadi kekejaman tersendiri. Dan kemudian, identitas mereka akhirnya tergantung kepada ketakutan itu. Apa jadinya Nazi tanpa Yahudi?

Bukankah ini yang terjadi dalam Orde Baru? Ketakutan atas komunis yang membabi buta telah mematikan rasa keinginan tahu. Sehingga rakyat seringkali tidak tahu menahu apa arti komunis itu sendiri, tapi serta merta mengkerut dan menghujat tanpa tahu apa yang sebenarnya dihujat.

Tanpa sadar mereka yang dilanda ketakutan ini telah menjadi kaki tangan penguasa. Ketakutan dengan kadar yang tinggi tanpa disertai kekritisan dapat menjadi propaganda politik yang efisien dan murah. Dan ketakutan inilah yang seringkali dipelihara oleh penguasa, untuk dijadikan kenikmatan bersama sehingga tanpa ketakutan itu akan ada kehilangan yang luar biasa. Dan bukan, bukan penyebab masalah itu yang kemudian dianalisa atau dicari, tapi bagaimana memelihara ketakutan tersebut dan memuaskannya dengan mencari mangsa yang empuk. Pada jaman puritan di Eropa, berapa kisah dan dongeng tentang nenek sihir yang dinikmati dan dikunyah oleh beribu orang, dengan korban perempuan-perempuan yang tak bersalah? Namun, hukuman dan penderitaan bagi para perempuan itu adalah kenikmatan, pertunjukan gratisan yang selalu dipenuhi oleh rakyat.

Untungnya, tidak seluruh masyarakat bisa dimanipulasi sedemikian rupa. Kekerasan dan teror yang ditebarkan oleh Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Umat Islam (FUI) ternyata tidak sampai membuat mayoritas masyarakat termakan oleh preman yang mengatasnamakan agama tersebut. Mayoritas masyarakat justru mengecam mereka-mereka ini. Tapi tidak berarti ketakutan yang tidak masuk akal itu hilang. Justru masyarakat yang telah sadar akan kebejatan FPI ini, masih saja memilih untuk bungkam dan bersembunyi dalam ketakutan. Tanpa sadar, mereka telah menjadi agen FPI itu sendiri, karena telah ikut menggagalkan dan menyurutkan semangat para manusia yang mencoba melawan kelompok peneror ini.

Namun, para pahlawan Kemerdekaan Indonesia bukannya tidak mendapat tantangan dari masyarakatnya. Soekarno muda sendiri harus menghadapi perlawanan, tidak saja dari pihak penjajah, tapi justru dari rakyat yang dibelanya. Berapa lamanya para calon proklamator Indonesia harus mengadakan pertemuan rahasia, dalam ruang tamu kecil, tidak saja untuk melindungi diri dari intaian penjajah namun juga dari rakyat yang ketakutan. Rakyat yang tidak bersedia melawan penjajah karena ketakutan itu, siap untuk menghambat perjuangan bahkan mengkhianati mereka. Rakyat yang kemudian turut menikmati Kemerdekaan.

Ketakutan yang tidak dibendung kadarnya, yang dibiarkan merajalela, akan menjadi salah sasaran. Ia tidak lain dan tidak bukan hanyalah imajinasi. Penyebab dan penangkalnya sudah tak lagi terpikirkan. Ia memang tidak terlihat menggelikan tapi jauh lebih berbahaya daripada keputusan seorang anak yang menggantungkan bawang putih di depan rumah dengan alasan: “Untuk mengusir drakula”. (indoprogres.blogspot.com)

06 Mei 2010

Bila Burung Si Buyung Harus Dibuntung

By Line: dedy kurniawan ----


“Bukan karena kerjaan brutal…
Ujungnya daging harus dipenggal….
Heeeiiiii….Sunatan Massal…aha…aha…”


Potongan lagu milik Virgiawan Listanto alias Iwan Fals ini begitu terngiang-ngiang saat kita menapaki halaman Gedung Serba Guna Kelurahan Kasipute, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Bombana, akhir Februari lalu.

Suasana ramai sudah terlihat dari luar gedung. Puluhan anak berumur antara 10 hingga 12 tahun terlihat duduk di teras gedung ditemani orang tuanya masing-masing.

Gelisah dan cemas terlihat jelas di wajah bocah-bocah yang mengenakan kain sarung ini. Beberapa diantaranya bahkan memeluk lengan ibunya sambil memperlihatkan wajah yang hampir menangis. Ada apa gerangan ???

Yup, puluhan bocah ini ternyata peserta acara sunatan massal dan sedang menunggu giliran untuk “dipenggal”.

Di dalam gedung, kesibukan sangat jelas terlihat. Sejumlah dokter dan para medis mondar-mandir dari satu ranjang ke ranjang lainnya. Sesekali terdengar jeritan kecil dari para bocah yang burungnya sedang dibuntungi.

Acara sunatan massal tersebut merupakan rangkaian kegiatan bakti sosial Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Bombana dan PT Panca Logam Makmur. Selain sunatan massal, dalam kegiatan bakti sosial itu juga digelar pemeriksaan kesehatan umum dan pengobatan gigi. Seluruh kegiatan itu dilakukan tanpa dipungut biaya alias gratis.

Ketua Panitia Kegiatan, dr Febrianto Powatu mengatakan, bhakti sosial tersebut merupakan salah satu bentuk sumbangan IDI Kabupaten Bombana dan PT Panca Logam Makmur kepada masyarakat yang bermukim di daerah itu.

“Memang kami yang punya ide tapi kalau tidak dibantu PT Panca Logam Makmur selaku sponsor tunggal mungkin hajatan ini sulit terlaksana,” katanya.

Kegiatan bakti sosial itu sendiri mendapat respon luar biasa dari masyarakat. Untuk kegiatan sunatan massal misalnya. Dari target 55 anak yang akan disunat, menjelang acara berlangsung jumlahnya membludak menjadi 82 orang.

Peserta sunatan massal itu sendiri dikhususkan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu khususnya yang berada di Kecamatan Rumbia dan Kecamatan Rumbia Tengah. Namun dari total 82 orang itu, 15 anak diantaranya adalah warga Desa Umbubangka yang berada di sekitar pusat operasi PT Panca Logam Makmur.

Dalam kegiatan bakti sosial itu, pihak IDI Bombana menerjunkan 33 dokter dibantu 15 orang paramedis. Mengenakan baju seragam hijau kuning bertuliskan Panca Logam Makmur, para dokter nampak cekatan melayani para pasien.

Irmawati, ibu rumah tangga yang anaknya ikut menjadi peserta sunatan massal mengaku senang dengan adanya kegiatan bakti sosial tersebut. Selain tak mengeluarkan biaya, ia dan anaknya juga mendapat pelayanan kesehatan yang cukup baik dari tim dokter.

Manager Humas dan Corporate Social Responsibility (CSR) PT Panca Logam Makmur, Maman Resman, mengatakan, bakti sosial tersebut merupakan salah satu program sosial dan kesehatan masyarakat yang digagas perusahaannya.

Lelaki asal Bumi Pasundan ini menuturkan, program CSR PT. Panca Logam Makmur ada tiga. Pertama, pengembangan infrastruktur yang selama ini sudah berjalan, Kedua, Community Development (Comdev) dan ketiga, penyelamatan lingkungan. Bakti sosial bidang kesehatan yang digelar tersebut merupakan kegiatan dalam program Comdev.

“Kegiatan ini merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat,: kata Maman.

Menurut Maman, khusus bidang kesehatan, ada sejumlah kegiatan lainnya yang akan dilaksanakan pihaknya. Dalam waktu dekat, akan diluncurkan sebuah program pelayanan kesehatan gratis di sejumlah Puskesmas. Kegiatan ini mirip program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pemerintah pusat dan diperuntukkan bagi warga miskin.

Semua kegiatan tersebut, kata Maman, dilakukan untuk menciptakan sinergi antara IDI sebagai mitra pemerintah dalam membangun sektor kesehatan di Bombana dan PT Panca Logam Makmur sebagai perusahaan yang memiliki visi-misi yang sama dalam rangka menciptakan masyarakat yang sehat.

Yang jelas, adanya berbagai program tersebut akan semakin menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa kehadiran PT Panca Logam Makmur di daerah itu memberi manfaat bagi mereka. Paling tidak, burung Si Buyung bisa dibuntungi tanpa perlu membayar sepeser pun.

“Heeeiiii, Sunatan massal, aha…aha…Ditonton orang…berjubal-jubal…Ada yang terjepit sepatu dan sandal…”.

Omfalokel, Penyakit Bawaan atau Keturunan


Kisah Suci, bayi berusia 15 bulan yang sejak lahir di perutnya terdapat benjolan yang kian hari makin membesar, sungguh memilukan. Apalagi ditambah dengan cerita soal ketidakmampuan ekonomi kedua orang tuanya untuk membiayai pengobatan Suci.

Tak jelas sebenarnya apa nama atau penyebab penyakit yang dialami bocah perempuan yang sedang lucu-lucunya itu. Banyak cerita sumir terkait hal tersebut. Ada yang mengatakan, derita yang dialami Suci adalah penyakit keturunan. Namun hal itu terbantahkan. Sebab,mulai orang tua hingga kakek nenek Suci tak satu pun yang pernah mengalami hal yang sama.

Ada juga cerita yang sulit diterima akal sehat yang menyebut bahwa penyakit yang dialami Suci adalah buatan dukun.

Titik terang mulai muncul saat Syukur dan Lian, orang tua Suci, membawa anaknya berobat ke RSUD Sulawesi Tenggara. Meski menyatakan tak mengetahui jenis penyakitnya, namun tim dokter yang memeriksa memastikan bahwa penyakit yang dialami Suci bukanlah buatan dukun tetapi hal yang jamak di dunia kedokteran.

Sayangnya lagi, pihak RSUD Sulawesi Tenggara angkat tangan alias tak sanggup mengobati Suci. Selain tak memiliki dokter yang khusus menangani jenis penyakit Suci, fasilitas yang dimiliki rumah sakit terbesar di Sulawesi Tenggara juga tidak lengkap.

Penjelasan yang sedikit lebih jelas dipaparkan dr. Febriyanto Powatu yang sehari-hari bertugas di klinik milik PT Panca Logam Makmur. Menurut dr. Febriyanto, dari hasil diagnosa awal, pihaknya menduga penyakit yang dialami Suci masuk kategori hernia.

Atas rekomendasi dari pihak RSUD Sulawesi Tenggara, PT Panca Logam Makmur selaku donator kemudian membawa Suci dan kedua orang tuanya menjalani pengobatan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Dari hasil diagnosa dr. Ahmadwirawan Sp.B Sp BA, spesialis bedah anak yang sehari-hari bertugas di Rumah Sakit Akademis Jaury Yusuf Putra Makassar, akhirnya jelaslah penyakit yang diderita Suci.

Menurut dr Ahmadwirawan, penyakit aneh yang diderita Suci adalah omfalokel yang merupakan kelainan bawaan sejak lahir dan bukan penyakit keturunan apalagi buatan dukun.

Dari penjelasan dr Ahmadwirawan, Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Dia mengatakan, usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang).

"Pembentukan dinding perut Suci tidak sempurna. Jadi ada sebagian isi rongga perut yang keluar tapi masih diliputi selaput. Ini namanya Omfalokel," kata dr Ahmadwirawan di ruang prakteknya di jalan Andi Mappaoddang Makassar.

Diduga, penyebab hingga Suci mengalami Omfalokel adalah kurangnya asupan gizi dan nutrisi saat masih sedang dalam kandungan ibunya.

Secara medis, yang menutupi rongga perut Suci tersebut berlapis-lapis, mulai dari dinding perut, fenitorium,otot, lemak, dan selaput perut. Namun, belum bisa dipastikan organ tubuh apa yang keluar menonjol tersebut. "Bisa saja lambung, hati, jantung atau mungkin usus,” ujarnya.

Kondisi Suci sendiri, berdasarkan hasil diagnosa dr. Ahmadwirawan, sejauh ini tidak mencemaskan. Menurutnya, selama tidak ada sumbatan dalam benjolan tersebut dan tidak ada kebocoran pada awal kelahiran, tak akan membahayakan Suci.

Meski demikian, dr Ahmad menyimpulkan kondisi Suci belum siap untuk menjalani operasi karena berat badanya belum ideal." Kita tunda hingga dua bulan ke depan," ujarnya.

Selama rentang waktu tersebut, pemenuhan gizi Suci harus diperhatikan untuk mencapai berat badan ideal. Bila nantinya sudah dinyatakan siap untuk naik meja operasi, Suci akan ditangani minimal empat orang dokter spesialis.Selain dokter spesialis bedah anak, tiga dokter spesialis lainnya yakni anaestesi, gizi dan dokter anak juga akan ikut dilibatkan.

Selarik Doa Buat Suci


Dengus nafas Suci terdengar teratur. Sesekali, gumaman lirih keluar dari bibirnya yang mungil. Beralaskan tikar plastik dan selembar kain sarung yang terlihat agak kusam, bocah berumur 13 bulan itu nampak lelap dalam tidurnya. Tak ada yang aneh dari sosok Suci. Namun jika melihat ke arah perutnya, kita akan terhenyak dan iba. Sebuah benjolan sebesar kepalan tangan orang dewasa terlihat menggantung.
Lian, ibu Suci, nampak setia menemani buah hatinya. Tangannya sesekali bergerak mengipas mengusir nyamuk nakal. ”Sedih sekali melihat kondisinya pak,” ujar Lian sambil menghapus butiran air mata di pipinya.

Lian bertutur, kondisi tersebut sudah dialami Suci sejak lahir 13 bulan lalu. Suci dilahirkan di Kecamatan Maligano, Kabupaten Muna atau tepatnya di rumah kakeknya, orang tua Lian. Saat dilahirkan, ada kelainan di tubuh Suci. Ususnya terburai keluar.

Suci lalu dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulawesi Tenggara. Namun kondisi ekonomi orang tuanya yang tidak memungkinkan, bayi malang itu akhirnya dibawa pulang. Ironisnya, kedua orang tua Suci tak punya rumah di Kendari. Lian hanya seorang ibu rumah tangga, sedang suaminya, Syukur, berprofesi sebagai pekerja serabutan. Mereka akhirnya ditampung di rumah kontrakan kerabatnya.

Dua bulan kemudian, perut Suci mengalami infeksi dan muncul benjolan. Perawatan seadanya diberikan kepada Suci. Belakangan, benjolan itu makin membesar. Saat ini, benjolan itu sudah sebesar kepalan tangan orang dewasa. ”Kami hanya bisa berdoa pak. Kami tidak mampu membawa Suci berobat ke dokter,” ujar Lian makin terisak.

Derita Suci dan orang tuanya lalu menyebar dari mulut ke mulut hingga ke telinga para pewarta di Kendari yang kemudian ramai memberitakannya. Sehari, dua hari, hingga sepekan berselang belum ada respon atas pemberitaan tentang derita Suci.

Kabar gembira yang ditunggu akhirnya muncul hampir dua pekan kemudian. PT Panca Logam Makmur (PLM) menyatakan bersedia menanggung seluruh biaya pengobatan Suci hingga sembuh. Bersama Manager CSR, Maman Resman dan sejumlah stafnya, Direktur Informasi dan Komunikasi Publik, Lukman Aziz Kurniawan, mewakili pimpinan PT PLM bertandang ke rumah Suci di jalan Haeba Atas, Kecamatan Wuawua, Kota Kendari.

Selain menyerahkan sejumlah bantuan langsung, Lukman juga menyatakan bahwa perusahaan tempatnya bekerja bersedia menanggung biaya pengobatan Suci. ”Mau dirawat di Makassar atau di Jakarta terserah bapak dan ibu, yang jelas kami siap menanggung seluruh biayanya,” kata Lukman kepada Lian dan Syukur.

Wujud keseriusan niat dari PT PLM, Lukman meminta stafnya mendatangkan mobil ambulance dan memboyong Suci ke RSUD Sulawesi Tenggara. Hasil diagnosa tim dokter RSUD Sulawesi Tenggara, Suci menderita penyakit Hernia Umbikalis (bagian perut yang tidak tertutup sempurna). Namun sayang, RSUD Sulawesi Tenggara ternyata tak memiliki fasilitas untuk menangani penyakit seperti yang dialami Suci.

Atas saran tim dokter RSUD Sulawesi Tenggara, Suci akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Akademis Jaury Yusuf Putra di Kota Makassar. Di rumah sakit yang didirikan oleh almarhum Jenderal Muhammad Yoesoef itu, tim dokter yang diketuai dr. Ahmad Wirawan, Sp.B, Sp.BA, mendiagnosis Suci mengidap Omfalokel (usus keluar), sebuah penyakit bawaan dengan sebagian rongga perut tidak tertutup saat lahir. Satu-satunya jalan untuk mengobatinya hanya melalui operasi.

”Memang sangat tipis perbedaannya dengan hernia umbilikalis" jelas dr Ahmad.

Namun Suci tak serta merta bisa langsung diobati saat itu juga. Tim dokter tidak mau gegabah. Pasalnya, dari hasil pemeriksaan fisik, tubuh Suci tak berada dalam kecukupan nutrisi yang ideal. Di usia 13 bulan, berat badannya hanya mencapai 9 kilogram. Operasi baru bisa dilakukan jika berat tubuhnya telah dianggap ideal oleh tim dokter.

Suci pun akhirnya dibawa pulang kembali ke Kendari. PT PLM mentargetkan, waktu tiga bulan berat badan dan kandungan nutrisi di tubuh Suci akan berada dalam kondisi ideal. Tak hanya itu, PT PLM juga menyiapkan dokter untuk memantau kondisi Suci.

Ramainya pemberitaan soal Suci, membuat sejumlah anggota DPRD Sulawesi Tenggara ikut bersimpati. Beberapa diantaranya bahkan menyatakan menanggung seluruh biaya perbaikan gizi dan nutrisi Suci hingga siap naik ke meja operasi.

Atas segala bantuan ini, asa Suci untuk sembuh makin menguat. Tidurnya pun makin nyenyak. Melihat bocah mungil itu terlelap, hati terasa sesak. Selarik doa terlantun dari kami, “Cepat Sembuh Ya Nak. Kami Semua Sayang Kamu”.

08 Januari 2010

Tak Punya Guru, Ratusan Siswa SD Terlantar

By Line : dedy kurniawan ----

Ratusan siswa Sekolah Dasar Negeri 2 Palatiga di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, terpaksa harus belajar sendiri di ruang kelasnya atau bermain-main di halaman sekolah. Bukan karena gurunya malas mengajar, tetapi sekolah tempat ratusan siswa tersebut belajar memang tak memiliki guru. Inilah salah satu potret ironi dunia pendidikan kita.

Total jumlah siswa di SD Negeri 2 Palatiga ini sebanyak 260 orang. Sejak dibangun lima bulan yang lalu, proses belajar mengajar di sekolah ini terhambat karena ketiadaan guru.

Beruntung, dari ratusan siswa di sekolah ini, masih banyak diantaranya yang tetap semangat belajar. Agar tak tertinggal pelajaran, para siswa ini belajar sendiri atau berkelompok dengan teman-temannya di dalam ruang kelas.

Namun lantaran tak ada guru yang mengawasi, banyak juga siswa yang lebih memilih bermain baik di dalam kelas atau di halaman sekolah.

Pihak pengelola sekolah sendiri menyatakan, karena tak memiliki guru tetap mereka terpaksa meminjam tenaga pengajar dari sekolah lain. Ironisnya, karena status pinjam, tak banyak guru yang mau mengajar di SD Negeri 2 Palatiga dengan alasan mereka sibuk di sekolahnya sendiri.

Sesekali ada juga guru yang mau meluangkan waktunya mengajar di SD Negeri 2 Palatiga. Namun rata-rata status mereka hanya honorer dan bukan guru tetap.

Selain kepala sekolah yang sudah berstatus pegawai tetap, di SD Negeri 2 Palatiga ini hanya memiliki dua orang staf yang semuanya berstatus pegawai honorer.