By Line : ZATNI ARBI (Pengamat Teknologi Informasi)
Jadi, rupanya laci meja kerja Anda penuh dengan gadget. Ada beberapa pemutar MP3. Ada PDA yang baterainya sudah lama tidak bisa di-”recharge” lagi, ada beberapa kamera digital beresolusi 1 dan 2 megapiksel dengan aksesoris lengkap. Ada alat perekam digital yang menggunakan MiniDisc. Ada keyboard untuk PDA yang sudah lama pensiun itu. Ada entah apa lagi Menurut pengakuan Anda, rata-rata 60% dari uang saku Anda setiap bulan habis untuk membeli gadget baru. Ketika proyektor digital model baru diluncurkan, Anda langsung membelinya. Mengapa tidak? Anda punya seribu alasan untuk berinvestasi. Antara lain, untuk menunjang produktivitas. Anda membutuhkan proyektor untuk memberikan pelatihan, kata Anda. Padahal, sebenarnya Anda hanya memberikan pelatihan sekali dalam tiga bulan. Itupun hanya untuk beberapa jam Selebihnya, proyektor dipakai untuk memutar film DVD. Anda lalu meyakinkan diri bahwa Anda membutuhkan smartphone yang terbaru dengan fitur push e-mail, padahal inbox Anda lebih banyak dipadati oleh junk e-mail. Anda rupanya tidak bisa menahan nafsu setiap kali melihat produk baru. Begitu ada ada yang anyar, ingin langsung memilikinya.
Akibatnya, meski digelari ”gadget freak” oleh teman sekantor, tabungan Anda di bank selalu kosong. Jangan malu. Anda tidak sendirian. Dulu saya juga seperti itu. Dan banyak lagi pria lain yang seperti kita. Kalau kita tidak bisa mengerem, mungkin malah seluruh penghasilan bisa habis untuk elektronika, terutama peralatan digital. Komputer baru, peripheral baru, peranti lunak baru layanan-layanan baru seperti mobile TV dan traffi c report. Kita selalu punya alasan untuk menikmatinya.
Di pesta ataupun di restoran buffet, pernahkah Anda mengambil begitu banyak makanan sehingga Anda tidak sanggup menghabiskannya? Makanan jadi terbuang. Padahal, nenek kita dulu selalu mengingatkan bahwa membuang makanan adalah dosa. Mubazir.
Namun, bagaimana lagi? Anda mengambil makanan itu pada saat sedang lapar. Sebuah artikel menarik di Harvard Business Review edisi September 2007 punya tip yang menarik. ”Don’t shop when you’re hungry,” katanya.
Awalnya nasihat ini ditujukan kepada mereka yang berbelanja di supermarket, tapi sebenarnya berlaku universal. Artikel di HBR ini, misalnya, tidak berbicara soal mengambil makanan di restoran ”makan sepuasnya,” belanja di supermarket, ataupun membeli gadget ketika jalan-jalan di pusatpusat penjualan elektronika.Artikel yang berjudul ”Rules to Acquire By” dan ditulis Bruce Nolop, intinya berbicara tentang pengalaman perusahaannya dalam mengakuisisi perusahaan-perusahaan lain untuk mencapai sasaran strategisnya. Tetap saja ada persamaan antara akuisisi perusahaan dengan belanja gadget. Keduanya ternyata boleh jadi dilakukan secara impulsif. Namanya juga sudah jatuh cinta. Perusahaan yang hendak diakuisisi tampak begitu menjanjikan. Demikian pula gadget yang terpajang di etalase itu kelihatan begitu ”cool”.
Di tahun 2004, Clerical Medical (www.clericalmedical. co.uk) di Inggris melakukan polling online. Hasilnya cukup di luar dugaan. 62% responden pria mengaku berbohong pada pasangan mereka mengenai belanja impulsif yang mereka lakukan. Dan, apa lagi yang mereka beli kalau bukan peralatan elektronis?
Kendalikan Selera
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengontrol nafsu belanja gadget. Pertama, bertanyalah dengan jujur pada diri Anda apakah peralatan yang sudah dimiliki benarbenar tidak dapat digunakan lagi? Tip kedua, jadwalkan belanja gadget Anda.
Ponsel model baru muncul hampir setiap minggu. Kalau Anda tidak termasuk daftar incaran KPK, tentu tidak akan membeli ponsel baru setiap kali model baru diluncurkan. Anda akan lebih mampu mengendalikan belanja gadget kalau berdisiplin memberi waktu dua tahun sebelum menggantinya dengan yang baru, misalnya.
Penjual gadget biasanya membujuk Anda untuk sekalian membeli aksesoris. Pancingannya adalah potongan harga khusus atau cerita tentang stok yang sangat terbatas. Situs web dan majalah seperti PC Media yang sedang Anda baca ini juga bisa membantu. Sebelum belanja gadget baru, bacalah dulu berbagai ulasan mengenai keunggulan dan kelemahan gadget yang tengah menggoda Anda itu. Siapa tahu hanya cantik di luar. Dan jangan lupa, kegembiraan kita dengan gadget baru biasanya hanya berusia dua hari sampai seminggu Setelah itu, usang karena Anda tidak merasa lapar lagi. Oleh karena itu, memang benarlah kata mereka: “Jangan belanja ketika sedang lapar.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar