12 Mei 2011

RPP Tembakau Ancam Pembredelan Pers dan Kebebasan Berekspresi

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (RPP Tembakau), memuat pasal-pasal ancaman bredel bagi media massa dan pengekangan terhadap kebebasan berekspresi terutama dalam seni film dan sinetron.

Pasal 38 RPP Tembakau berbunyi, “Setiap orang dilarang menyiarkan dan menggambarkan dalam bentuk gambar atau foto, menayangkan, menampilkan atau menampakkan orang sedang merokok, memperlihatkan batang rokok, asap rokok, bungkus rokok atau yang berhubungan dengan produk tembakau di media cetak, media penyiaran, dan media teknologi informasi yang berhubungan dengan kegiatan komersial/iklan atau membuat orang ingin merokok”.

Penjelasan pasal ini berbunyi, “Termasuk dalam hal ini antara lain di film, sinetron dan acara-acara TV lainnya kecuali tayangan/liputan berita”.

Pasal 39 RPP berbunyi, “Setiap orang yang mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35 dan 36 dikenakan sanksi administratif oleh Menteri dan/atau menteri terkait berupa:
a. Perintah penarikan dan/atau perbaikan iklan;
b. Peringatan tertulis; dan/atau
c. Pencabutan izin pada pelanggaran berulang atau pelanggaran berat.”

Adapun yang dimaksud setiap orang dalam pasal ini adalah media massa cetak, elektronik dan media teknologi informasi. Pencabutan izin artinya adalah pencabutan izin frekuensi untuk media elektronik dan larangan terbit bagi media cetak dan teknologi informasi karena dua media ini tidak memerlukan izin terbit melainkan izin perusahaan penerbitan.

Dikutip dari Kanal Informasi, Sutradara Riri Reza mengatakan jika RPP itu diberlakukan, khususnya Pasal 39, insan film akan menghadapi problem yang luar biasa. “Ini jelas-jelas bentuk pengekangan terhadap kreativitas seorang insan film yang berusahaha menggambarkan sebuah realitas sosial. Orang merokok adalah realitas sosial yang kita hadapi sehari-hari. Apalagi kalau kita ingin menggambarkan suasana masyarakat tahun 1960-an di mana orang merokok di depan umum merupakan gambaran masyarakat secara riil. Bahkan dalam dunia perfilman, orang merokok merupakan bahasa tubuh yang menggambarkan sebuah suasana tanpa kata,” ujar Riri.

Menurut Riri, kalau ada tujuan baik yang menyangkut kesehatan atau pendidikan anak, pasal 39 itu merupakan pendekatan yang sangat tidak tepat. “Kita bisa membuat rating film, misalnya yang mengandung gambar orang merokok diklasifikasikan sebagai film untuk tigabelas tahun ke atas, atau bahkan untuk orang dewasa,” katanya.

Sementara itu, Ezki Suyanto, komisioner pada Komisi Penyiaran Indonesia mengatakan, pencabutan izin siaran harus dilakukan melalui pengadilan sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Penyiaran. KI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar