23 Januari 2009
Surga Baru di Kaki Celebes
Ribuan orang berburu emas ke terusan lembah Sungai Tahi Ite. Hampir menyamai kandungan emas di tambang Newmont Minahasa.
LELAKI itu membohongi bosnya di kantor Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Ia tidak masuk dengan alasan menjenguk keluarga yang sakit. Tujuan Sudirman bersama istrinya sesungguhnya adalah Desa Tembe, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana. Bekal yang dibawa bukan buah tangan, melainkan sekop, kuali, dan saringan.
Di desa yang berjarak 230 kilometer di barat daya Kendari ini, Sudirman tak sendirian. Ratusan orang sedang mengaduk-aduk Sungai Ububangka di kaki perbukitan Raowatu itu untuk mencari emas. Pria 41 tahun itu pun tak mau menunggu. Sekop dimainkan. Pasir diaduk-aduk. Setelah disaring berulang-ulang, muncullah yang ditunggu, bijih emas.
Rabu pekan lalu warga Jalan S. Parman, Kelurahan Tipulu, Kendari Barat, itu sudah tiga hari berada di sumber logam mulia tadi. Bijih emas yang diperoleh 22 gram. Hasil berkubang di air keruh tersebut telah pindah tangan ke pedagang. Di kantongnya kini ada Rp 4,4 juta. ”Jauh melebihi gaji saya setiap bulan,” kata pegawai golongan II-B itu.
Perburuan emas ini konon bermula dari temuan seorang mantan karyawan perusahaan tambang. Bersama keluarganya, ia menyambangi pemandian air panas Tahi Ite di Desa Raurau, Kecamatan Rarowatu, pekan pertama Ramadan lalu. Bukannya berendam, ia justru tertarik pada tekstur tanah pemandian dan membawa pulang beberapa kantong tanah. Setelah didulang, ternyata muncul butiran-butiran emas.
Sejak itulah, ribuan orang berbondong-bondong ke kawasan itu untuk mendulang aurum—nama Latin emas. Tidak hanya dari daerah sekitar, tapi bahkan dari luar Sulawesi. Alat yang dibawa sangat sederhana: cangkul atau sekop untuk menggali, serta kuali atau wajan untuk mengayak. Dasar sungai pun makin dalam. Tahi Ite yang dulu hanya memiliki kedalaman setinggi lutut orang dewasa, kini di sejumlah tempat mencapai hampir dua meter.
Saking banyaknya orang, lembah Sungai Tahi Ite tak mampu menampung. Setiap jengkal tanah tak ada yang luput dari ayunan cangkul atau skop. Maka mereka pun memperlebar wilayah pendulangan. Dari lokasi pemandian, para pemburu emas itu bergerak ke Sungai Ububangka dan terus menuju hulu sungai. Kini panjang area garapan mencapai 15 kilometer yang berujung di kawasan permukiman transmigrasi di Desa Hukaeya, Kecamatan Rarowatu Utara.
Banyaknya pendatang, tak pelak menimbulkan gesekan. Cerita berebut lahan kerap terdengar. Untuk menghindari kerusuhan sosial, pemerintah membatasi penambang. Selain warga Kabupaten Bombana, pemerintah daerah yang lain hanya boleh mengirim 250 orang yang diberi waktu menambang 14 hari. Setelah itu diganti penambang lain.
Untuk menjadi calon penambang, mereka mesti memiliki surat izin yang dikeluarkan kabupaten masing-masing dengan biaya Rp 50 ribu. Syarat utamanya tidak memiliki pekerjaan tetap. Sembari menunggu pembuatan surat izin, lokasi penambangan sejak 7 Oktober ditutup dan baru awal bulan ini dibuka. Dengan pembatasan itu pun, kata Bupati Bombana Atikurrahman, jumlah penambang rakyat mencapai 35 ribu.
Para pemburu emas tak perlu repot meninggalkan Bombana untuk menguangkan hasil keringat mereka. Ratusan pedagang sudah menunggu di pintu masuk kawasan tambang Ububangka dan permukiman transmigrasi. Di jalur yang melintasi kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ini, mereka menggelar meja dan timbangan. ”Sini Pak, harga saya lebih bagus,” teriak Agus, pedagang sapi yang banting setir.
Menurut sejumlah pedagang, emas Bombana mempunyai kualitas baik. Tak heran mereka berani menawar dengan harga tinggi. Bila pengolahannya bersih, satu gram dihargai hingga Rp 225 ribu. Namun, jika terlihat masih bercampur dengan butir-butir pasir, biasanya dibeli Rp 170-Rp 200 ribu per gram.
Emas yang terhampar ini bak uang jatuh dari langit. Penduduk mendadak makmur. Lihat saja pundi-pundi Syafrudin. Sebagai kelompok pertama pendulang, ia menikmati betul kilau emas ini. Pekan pertama saja kualinya sudah mengumpulkan 250 gram. Bijih itu kini telah bersalin rupa menjadi tiga sepeda motor. Selebihnya untuk memperbaiki rumahnya. Pergi haji, sebidang sawah, dan membangun toko adalah rencana selanjutnya.
Syahrial, warga Raurau yang lain, tak kalah sukses. Honda Tiger yang baru dibeli dengan tunai ia pamerkan. Menurut Syahrial, kini di Bombana ada semacam lomba membeli sepeda motor baru, terutama di Desa Raurau dan Desa Toburi. Barang elektronik seperti televisi, radio, dan telepon seluler termasuk yang paling dicari setelah kendaraan.
Alhasil, transaksi dari lembah emas itu nilainya fantastis.
Kepala Kantor Cabang Bank Pembangunan Daerah (BPD) Pembantu Kabupaten Bombana, Lum Lamarundu, mengatakan banyak dana masuk-keluar banknya dalam dua pekan terakhir. ”Para pengusaha emas itu menjadikan BPD sebagai media untuk mengirim uang ke luar daerah,” katanya. Tabungan masyarakat juga ikut melonjak.
Yang menikmati gurihnya emas tak hanya pendulang. Pedagang makanan dan gerabah turut ketiban rezeki nomplok. Bayangkan: segelas air putih dijual Rp 3.000, semangkuk mi instan Rp 15 ribu, nasi dengan sepotong ikan dan telur Rp 30 ribu. Kuali yang biasanya dijual Rp 45 ribu kini dihargai Rp 150.000. Untuk soal ini, dengan enteng para penjaja itu berujar, ”Kan tidak sampai satu gram emas.” Pun dengan tukang ojek yang menerapkan tarif terdekat Rp 15 ribu.
Manisnya mendulang emas, membuat banyak orang beralih profesi. Menurut Taming, warga Toburi, hampir tak ada petani di desanya yang tak mendulang. Padahal bertani adalah profesi utama warga. Akibatnya banyak sawah dan ladang telantar. ”Sangat memuaskan dibanding bertani,” kata Taming dengan logat Bugis yang kental. Dalam sebulan ia mendapat 100 gram emas. Hasil yang jauh melampaui satu kali panen sawahnya.
Emas Bombana memang menggiurkan. Menurut Atikurrahman, potensi bijih emas di Rarowatu mencapai 184 ribu ton dengan kandungan mencapai 259 part permillion. Artinya dalam satu kubik tanah terdapat 259 gram bijih emas. Bila angka yang disodorkan sang Bupati benar, kata geolog Andang Bachtiar, jumlah ini tergolong besar. Melihat lokasi bijih emas yang ada di aliran sungai, Andang memperkirakan ada satu lokasi primernya.
”Biasanya, potensinya lebih besar,” kata Andang.
Seorang manajer di perusahaan tambang emas multinasional mengatakan, bila angka tadi sohih, ada kemungkinan kandungan emas di kaki Celebes itu setara dengan 1,6 juta troy once. Ini mendekati kandungan emas PT Newmont Minahasa yang 1,8 juta troy once. ”Investor pasti tertarik masuk,” katanya. Gayung bersambut.
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam mengaku beberapa investor sudah menghubunginya dan ia menyambut dengan terbuka. Jika itu terwujud, boleh jadi penambangan emas rakyat itu bakal berakhir.
Muchamad Nafi, Dedy Kurniawan (Bombana)
Tulisan ini pernah dimuat di MBM TEMPO edisi 40/XXXVII 24 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar