23 Januari 2009

Pengejaan dan Pemakaian Kata


“Kata-kata adalah alat pokok dalam pekerjaan ini. Bila kau tidak bisa mengeja dengan tepat atau tidak bisa memakai kata-kata dengan efektif dan akurat, kau tidak tepat untuk masuk dalam percaturan surat kabar”

Kalimat teguran ini pernah dikatakan seorang redaktur yang marah karena menemukan beberapa kata yang salah tulis dalam naskah berita seorang reporter. Reporter itu kemudian memegang teguh teguran itu dan, sejak saat itu, memakai kamus secara serius.

Ejaan bukan hanya latihan akademis untuk menakut-nakuti mahasiswa. Ejaan adalah satu keharusan bagi kelangsungan hidup dunia pers yang penuh persaingan.

Tak banyak reporter yang bisa gampang ingat ejaan. Tapi kebanyakan dari kita mengakalinya dengan banyak membaca kamus. Dan saya pikir, sekedar membolak-balik kamus tentulah bisa dilakukan, bahkan ketika dikejar deadline sekalipun.

Beribu-ribu kata diproses setiap hari di meja editor atau redaktur. Memang, editor bertanggung jawab untuk mengedit kesalahan pada naskah-naskah berita. Tapi, secara manusiawi, tidaklah mungkin ia bisa mengedit setiap kata. Karena itu, seorang editor yang baik dituntut untuk selalu curiga bahwa naskah berita milik reporter yang ia edit mengandung salah eja.

Bila salah ejaan sudah tercetak, banyak hal bisa terjadi dan yakinlah anda, tidak satu pun yang baik. Kepercayaan public pada media akan luntur. Salah cetak mengurangi citra media tersebut sebagai sesuatu yang profesional, dan membuat isinya selalu dicurigai para pembaca yang saat ini rata-rata sudah cerdas dan pandai memilih media informasi.

“BILA KORAN CEROBOH TERHADAP KATA-KATA, BAGAIMANA BERITA-BERITA DI DALAMNYA BISA DIPERCAYA?”

Salah eja kata-kata juga akan berakibat kepercayaan orang terhadap reporter bersangkutan juga luntur. Bila seorang reporter terlalu sering melakukan kesalahan ejaan, bisa jadi ia memang tak cakap, tak cocok menjadi reporter, dan seorang editor bisa memindahkannya ke bagian lain. Atau yang lebih tragis mengajukan usul pemecatan.

Kesalahan mengeja kata-kata, akan berakibat mengubah arti suatu berita.

- Akibat perbuatannya mencuri ayam, Fulan dikenai sanksi tiga bulan penjara
- Hasil penyelidikan, polisi sangsi Fulan terlibat pencurian ayam

Perhatikan kedua kalimat itu. Seandainya kata sanksi dan sangsi tertukar tempatnya, berubahlah arti kedua kalimat itu dan sudah pasti akan membingungkan pembaca.

• Menangkap Kesalahan
Untuk menangkap kesalahan, baik ejaan, gaya, maupun pemakaian kata, memang hanya ada satu cara. Yakni, membaca dan membaca naskah berita itu. Bagi reporter yang dikaruniai kepandaian mungkin sekali baca sudah bisa menangkap kesalahan tapi reporter yang lain mungkin butuh berulang-ulang membaca dan membuka kamus untuk mengecek naskah berita yang ditulisnya.

Cara yang paling mudah untuk menangkap kesalahan, jangan mengecek ejaan atau pemakaian kata pada saat menulis. Berkali-kali membuka kamus atau buku pedoman di saat anda sedang menulis akan menghambat kelancaran kreativitas dan itu memakan waktu. Bahkan ide yang sudah ada di kepala untuk ditulis bisa hilang hanya gara-gara kita terlalu sering membuka kamus saat sedang menulis naksah berita.

Jika naskah anda sudah selesai, segeralah cermati naskah itu. Periksa kata demi kata. Pelototi setiap kata, seolah ia musuh yang akan menghambat jalinan cerita di berita anda.

Bila anda menemukan kata yang salah eja atau salah pakai, tulislah. Beberapa reporter menyimpan daftar kata yang membingungkan, agar ia selalu bisa mengecek mana yang benar dan mana yang salah dengan cepat. Belajar mengeja kata-kata itu akan sangat membantu seorang jurnalis.

1 komentar: